Guru
adalah figur yang digugu dan ditiru. Guru merupakan unsur penting di dalam
kegiatan belajar mengajar. Guru mendidik dan mentransfer ilmu pengetahuan
kepada anak-anak didiknya. Di tangan guru inilah masa depan anak didik
dipertaruhkan. Anak didik adalah semacam kanvas putih yang siap ditulisi. Bisa
dikatakan SDM dari suatu bangsa ditentukan oleh seorang guru.
 |
Ketidaksejahteraan guru memiliki korelasi dengan output buruk siswa di sekolah/Madrasah |
Di
Indonesia banyak sekali guru-guru wiyata bhakti. Mereka bukan guru Pegawai
Negeri Sipil(PNS). Gaji mereka masih jauh dari yang namanya kesejahteraan. Gaji
mereka belum bisa dikatakan gaji. Nama yang paling tepat adalah Uang sabun yang
hanya cukup untuk beberapa hari saja. Beginilah potret guru pengabdian yang
masih kejar sana kejar sini. Mereka kebanyakan tidak hanya mengandalkan bekerja
di sekolah. Bisa dikatakan Guru WB menyambi kerja yang lain baik masih dalam
pendidikan maupun di luar pendidikan.
Berkaitan
dengan paragraph pertama bahwa anak didik sangat tergantung oleh guru sebagai
fasilitator dan agent of knowledge, maka dengan melihat fenomena guru
Wiyata bhakti tersebut output dari pendidikan rasanya tidak akan
maksimal karena guru wiyata atau pengabdian bekerja tidak hanya dalam satu
tempat karena memang untuk mengais rezeki lain. Ini menyebabkan ketidakfokusan
dari guru pengabdian. Selain mereka memiliki tanggung jawab mengajar di sekolah
mereka juga pikirannya ke pekerjaan lainya selanjutnya anak didik tidak
mendapat pengajaran yang maksimal dari guru.
Hal
di atas tidak perlu disalahkan karena begitulah kondisi guru wiyata bhakti yang
masih jauh dari kesejahteraan. Beberapa guru wiyata bhakti ada yang mengojek,
ada yang jualan, jasa pulsa dan transaksi online, ngelesi di Bimbel dan lain
sebagainya. Jika ada otoritas pendidikan terlalu
memaksa guru wiyata bhakti untuk semangat dan kerja keras layaknya guru PNS,
harus ini harus itu dan beban yang
banyak, ini sungguh tidak manusiawi. Memberikan beban yang
berlebihan kepada guru wiyata bhakti adalah sesuatu yang tidak masuk akal. Bukankah
guru wiyata bhakti juga masih memiliki pekerjaan sampingan yang harus
diselesaikan. Maka guru wiyata harus diberi keringanan dan tidak dikekang untuk
bekerja penuh dan lembur di sekolah.
Dari
tadi panjang lebar saya katakan, intinya adalah bahwa prestasi siswa tidak akan
meningkat dan maksimal manakala dari tenaga pengajarnya sendiri atau gurunya
sendiri jauh dari yang namanya kesejahteraan. Karena guru tidak sejahtera
secara ekonomi maka implikasinya mereka mencari pekerjaan sambilan untuk
menambah pemasukannya. Karena bekerja serabutan maka yang terjadi guru tidak
bisa fokus atau mengajar dengan maksimal dan pada akhirnya anak-anak yang
dididik juga jauh dari output yang diharapkan. Ingat guru-guru pengabdian di
seluruh Indonesia jumlahnya sangat banyak. Mereka tersebar di berbagai sekolah
yang ada dari sabang sampai merauke. Eksistensi mereka juga memberikan
kontribusi bagi SDM di Negara kita. Bagaimana Negara kita memiliki
kualitas Sumber Daya Manusia yang berkualitas jika Gurunya saja tidak merdeka
atau sejahtera. Ingat gaji guru non PNS tidak lebih baik dari Guru pabrik yang
kebanyakan Lulusan SD. Kesimpulannya adalah Pemerintah perlu memberikan
kesejahteraan kepada guru, terutama guru wiyata bhakti supaya mereka dapat
mengajar dengan maksimal yang selanjutnya dapat meningkatkan SDM bangsa
Indonesia.