Di
zaman sekarang ini yang sudah merdeka dari penjajahan masih menyisakan
penderitaan bagi guru yang menyandang predikat guru honorer. Guru yang
bergaji 10,(sepuluh koma), 5,(lima koma) bahkan ada yang 1,(satu
koma). 10 koma bukan berarti angkat jutaan atau 10 jutaan namun ironis
sekali hanya bisa untuk memenuhi kebutuhan 10 hari, setelah10 hari langsung
koma alias habis tak tersisa.
Guru
yang memiliki title Sarjana pendidikan yang dengan susah payah diraih dalam
kurun waktu yang tidak singkat, ya kurang lebih 5 tahun harus mengenyam di
bangku pendidikan keguruan. Berapa puluh juta bahkan ratus juta yang harus
dikeluarkan untuk menjadi seorang tenaga ahli pendidikan namun semua itu sama
sekali tiada di hargai di Negara yang konon gemah ripah loh jinawi yang
kaya sumber daya alam dan sumber daya manusia namun semua itu hanya omong
kosong belaka. Kekayaan Negeri kepulauan terbesar di dunia ini tiada sanggup
memberi penghidupan dan kelayakan pada warga negaranya terutama untuk guru
bergaji 10 koma tersebut. Kekayaan Negara muslim terbesar di dunia ini
hanya dipersembahkan untuk para koruptor, tikus Negara yang berdasi. Berapa
ribu trilyun lebih yang dikorupsi oleh mereka. Yang terungkap hanya di KPK
saja sedangkan yang lain aman-aman saja.
 |
Guru bergaji 10, (Sepuluh koma) |
Di
Negara zamrud khatulistiwa ini masih dan terus ada kesenjangan social yang
semakin lebar antara guru PNS dan guru non PNS yang bertitle juga guru sakti
guru tahan banting yang rela menderita dengan gaji 10 koma tadi. Apakah adil
jika dengan kewajiban yang sama namun tiada memperoleh hak yang sama. Ya itulah
lucunya negeri ini bukannya mensejahterakan guru yang merupakan pendidik
generasi muda Garuda namun sejauh ini PGRI lebih pro kepada guru
PNS. Buktinya Tunjangan sertifikasi dan non-sertifikasi adalah produk dari PGRI
yang sangat proaktif kepada Guru PNS saja sedangkan guru Pengabdian semakin
terpinggirkan. Mengapa harus ada tunjangan sertifikasi jika hanya memperlebar
jurang pemisah antara guru PNS dengan guru berjaji 10 koma. Sertifikasi
menyerap biaya yang sangat besar yang menghabiskan anggaran Negara. Ya memang
anggaran untuk sector pendidikan sudah mencapai 20% namun tetap saja tidak
dialokasikan sebagaimana mestinya. Di sana sini guru begaji 10 koma masih
menderita jauh dari kesejahteraan. Mereka juga manusia, mereka memiliki
keluarga dan butuh makan. Tunjangan sertifikasi akan sangat bermanfaat jika
sebagian dialokasikan untuk guru sakti. Perumpamaan Guru sakti adalah air tawar
yang akan sangat bersyukur jika ditaburi garam. Lalu mengapa yang ada “Nguyahi
segoro sing wes asin” mengasini air laut yang sudah jelas-jelas asin. Yang
jelas itu sesuatu yang mubasir dan tidak tepat sasaran.
Kuli
bersepatu,Guru
sakti, guru wiyata bhakti, guru bergaji seminggu, guru tolah toleh(GTT), guru
pengabdian, guru bergaji 10 koma dan sebutan lainnya yang pantas untuk manusia
ini sungguh tiada dihargai di Negeri nan kaya ini. Bayangkan Gaji mereka tidak
lebih baik daripada buruh pabrik yang lulusan SD. Coba kita renungkan ini Guru
adalah lulusan Sarjana pendidikan namun miris sekali ditertawakan oleh buruh
yang sudah UMR. Beginilah fakta yang ada, fenomena yang ada di Negara
Kesatuan Republik Indonesia(NKRI). Ini bukan rekayasa ini bukan mengarang
atau bercerita namun ini adalah Jeritan Kuli bersepatu, kuli terhormat yang
hanya berseragam lengkap namun itu hanya penampilannya saja. Adapun di dalamnya
sangat amat menderita sekali. Sekian dan terima kasih.Wassalam.