Tunjangan
Sertifikasi, non-sertifikasi adalah produk dari PGRI yang hanya proaktif
pada PNS. Guru Honorer/Guru Sakti/GTT(Guru Tolah-Toleh) tiada diperjuangkan.
sampai sekarang UMR yang diperjuangkan PGRI hanya omong kosong saja angin lalu
tiada terealisasi.. Guru Honorer seharusnya memiliki wadah atau forum sehingga
diakui keberadaanya dan berjuang menyalurkan aspirasi Guru Honorer. Tunjangan
Sertifikasi dan non sertifikasi hanya memperlebar jurang pemisah kesejahteraan
antara PNS dan non-PNS... Kewajiban sama tapi hak tidak sama. Apa ini disebut
adil. Wahai Indonesiaku kami sungguh tertindas kami belum merdeka ironis memang
di zaman sekarang ini yang sudah merdeka. kami masih seperti dijajah di negeri
sendiri.
 |
Hidup guru Sakti guru Honorer |
Tidakkah
pemerintah melihat bahwa Guru sakti (Guru honorer) jauh dari kesejahteraan
lantas mengapa justru yang digembar-gemborkan kesejahteraan PNS yang notabene
sudah mendapat gaji yang layak. Mengapa harus ada sertifikasi. Bukankah di luar
sana masih banyak guru pengabdian, guru sakti yang menderita. Bayangkan guru
sakti hanya digaji seratus ribu sampai tiga ratus ribu per bulannya. Mereka harus
mengajar, bekerja memikul kewajiban yang sama dengan PNS. Honor Guru sakti
tidak lebih baik daripada Buruh Pabrik yang lulusannya SD. Coba kita lihat
mereka yang bekerja di Pabrik gajinya sudah UMR. Lalu bagaimana dengan guru
sakti? Yang jelas sangat jauh sekali dari buruh pabrik tadi.
Menurut
saya pribadi, Tunjangan sertifikasi yang nominalnya sangat besar tersebut
sebetulnya akan sangat berarti dan bermanfaat jika dialokasikan untuk membantu
guru pengabdian di seluruh Indonesia. katakanlah tidak usah seratus persen
hanya sekian persennya saja akan sangat berasa daripada dialokasikan untuk
guru-guru PNS. Bukankah PNS sudah mendapatkan Gaji? Apa yang didapatkan dari
seorang guru pengabdian? Minimal guru Non-PNS atau yang memiliki julukan guru
sakti bisa setara dan sejajar dengan buruh pabrik. Tidak malu kenapa guru yang
lulusannya S1 kalah dengan buruh yang kebanyakan lulusan Sekolah Dasar.
Coba
kita renungkan peribahasa “Mengapa harus mengasini laut yang sudah asin,
Bukankah air tawar lebih membutuhkan garam” begitulah tepatnya kalimat yang
bisa menggambarkan perbedaan yang mencolok antara guru PNS dan guru sakti alias
Wiyata bhakti. Guru PNS diibaratkan seperti air laut sedangkan Guru sakti
layaknya seperti air tawar dan Tunjangan adalah garamnya. Yang pas atau pantas
mendapatkan garam adalah guru sakti bukan guru PNS.